Kristianitas: sudah 2000 tahun, sudahkah ‘berhasil’?
Pernahkah anda merenung, mengapa sudah 2000 tahun berlalu, namun dunia ini belum semuanya mengenal ataupun percaya kepada Kristus? Apakah dengan demikian maka Tuhan hanya bermaksud menyelamatkan sebagian kecil manusia saja, sedangkan sebagian besar yang lainnya ditentukan Tuhan masuk neraka? Jadi untuk apa kita menjadi seorang Kristen? Mengapa ada banyak orang yang mengaku Kristen tetapi hidupnya tidak sesuai dengan ajaran Kristus? Ada banyak pertanyaan seperti ini di dalam benak kita, yang tentunya dapat menimbulkan aneka jawaban.
Kita hidup dalam penantian akan penggenapan janji keselamatan
Dalam bukunya, What it means to be a Christian, Kardinal Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI) menyatakan bahwa kita harus belajar menerima dan menyadari bahwa hidup kita di dunia ini seperti masa Adven (masa penantian) akan penggenapan janji keselamatan yang Tuhan berikan di dalam Kristus Putera-Nya. Ada banyak realitas yang terjadi di sepanjang sejarah manusia, baik dan buruk silih berganti; perang dan damai, kebaikan dan kejahatan, semua terjalin dalam satu rangkaian kejadian. Ini semua menunjukkan, betapa selama hidup di dunia ini kita manusia memang mengalami pergumulan. Dan sesungguhnya, dalam keadaan ini kita dapat banyak belajar dari sikap Ayub: berani bertanya kepada Tuhan, meskipun akhirnya harus menyerahkan segala sesuatunya ke dalam kebijaksanaan Tuhan, yang tidak dapat kita pahami sepenuhnya. Sejarah manusia ini memang mengisahkan tentang berbagai kelemahan umat manusia di hadapan Allah yang penuh belas kasihan.[1]
Kitab Suci sendiri menjanjikan kepada kita seorang Raja Damai/ Mesias yang akan membawa kita kepada keadaan yang penuh damai sejahtera, yang secara simbolis dijabarkan dalam kitab Yes 11:6-9. Keadaan ini menggambarkan kesejahteraan yang ada pada bangsa yang hidup seturut ajaran Sang Raja Damai, karena setiap orang hidup atas dasar pengenalan mereka akan Tuhan, sehingga mereka bagaikan bumi yang ditutupi oleh air laut.
Namun jika kita melihat dengan jujur, kita mengetahui bahwa keadaan ini belum terwujud sekarang ini, melainkan hal itu menjadi gambaran kesempurnaan pada kehidupan Surgawi yang akan datang. Kenyataan ini membawa akibat berikutnya, yaitu, bahwa kita yang adalah murid- murid Kristus Sang Mesias, dipanggil oleh Tuhan untuk berjuang dalam mewujudkan kehendak Tuhan membentuk kehidupan yang penuh damai tersebut, selama kita masih hidup di dunia ini. Sebab bukannya tidak mungkin, karena ada banyak orang Kristen yang hidupnya tidak sesuai dengan ajaran Kristen, maka orang lain yang belum mengenal Kristus mempunyai gambaran yang keliru tentang Kristus dan Gereja.
Apa yang dikehendaki Allah?
Sabda Tuhan mengajarkan kepada kita bahwa Allah menghendaki agar “semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (1 Tim 2:4). Oleh karena itu, walaupun Tuhan memandang kepada tiap- tiap orang sebagai ciptaan yang amat dikasihi-Nya, Ia juga memandang keseluruhan umat manusia sebagai satu kesatuan. Allah menghendaki semua orang diselamatkan. Dan Allah melakukan segala sesuatu untuk maksud itu; sampai ke titik yang ekstrim, sehingga bahkan banyak orang sulit untuk mempercayainya. Ia, Sang Allah Pencipta, rela menjelma menjadi manusia. “Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.” (Luk 2:12). Kristus Sang Allah Putera, meninggalkan segala kekayaan dan kemegahan surgawi, untuk menjadi bayi mungil yang miskin dan papa. Sepanjang hidup-Nya di dunia, Kristus memilih untuk menjadi miskin, menjadi seorang hamba, dan wafat juga dengan cara yang sangat hina (Fil 2:5-10). Semuanya ini menjadi tanda bukti akan kasih Allah yang mau melakukan apa saja untuk menyelamatkan kita manusia yang berdosa.
St. Athanasius dan St. Augustinus mengajarkan, “Allah menjadi manusia supaya manusia dapat menjadi anak- anak Allah.” Maka kita ketahui bahwa Allah menginginkan agar kita dapat menjadi anak- anak -Nya, dan memanggil-Nya Bapa (Rom 8:15). Namun panggilan ini disertai dengan undangan untuk hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai anak Allah; yang dapat diringkas menjadi satu kalimat ini: hidup mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Perintah utama inilah yang diajarkan oleh Kristus, dan kita semua melihat betapa Kristus sendiri menggenapinya dengan sempurna melalui pengorbanan-Nya di kayu salib.
Menjadi Kristen= menjadi seperti Kristus?
Maka sebagai murid- murid Kristus, kita dipanggil untuk hidup seturut teladan-Nya, yang sedikitnya dapat kita rinci sebagai berikut:
1. Hidup bagi orang lain
Kita mengetahui bahwa menjadi Kristen bukan sekedar menerima Baptisan dan mengakui dengan mulut bahwa Kristus adalah Tuhan Penyelamat kita; lalu kita dapat ‘mengantungi’ keselamatan kita untuk diri sendiri, tak usah terlalu peduli dengan orang lain. Tidak demikian! Kita tidak menjadi Kristen demi diri kita sendiri; sebab jika kita mempunyai kehendak dan pikiran seperti Kristus, kitapun harus bertindak seperti Kristus. Artinya, kita harus mau ikut ambil bagian dalam pelayanan Kristus terhadap dunia ini. Kita harus mau keluar dari ke- aku- an diri sendiri, dan berani hidup bagi orang lain. Kita harus mau melayani daripada dilayani. Singkatnya, kita tidak lagi memusatkan perhatian pada kepentingan diri sendiri, tetapi kepada kepentingan orang lain (Flp 2:4).
Prinsip pemikiran ini membantu kita memahami, bahwa kita menjadi Kristen, bukan demi diri kita sendiri, tetapi karena Tuhan menginginkan agar kita turut melakukan pekerjaan- pekerjaan-Nya untuk mendatangkan keselamatan bagi banyak orang. Tuhan bekerja melalui manusia- manusia ciptaan-Nya. Itulah sebabnya Ia memilih bangsa Israel pada masa Pernjanjian Lama. Bukan artinya bahwa setelah memilih bangsa Israel lalu bangsa- bangsa yang lain direncanakan-Nya untuk binasa, melainkan sebaliknya, agar melalui bangsa Israel, bangsa- bangsa lain diselamatkan. Dengan prinsip yang sama kita melihat peran Gereja, yaitu bahwa melalui Gereja, Tuhan menyampaikan Terang-Nya dan Kasih- Nya kepada dunia, agar dunia mengenal jalan keselamatan-Nya.
2. Mengasihi tanpa pilih- pilih dan tanpa perhitungan
Kitab Suci mengajarkan kepada kita, betapa Allah memihak kepada orang- orang yang tersisihkan: janda, fakir miskin, orang sakit, anak- anak, singkatnya, mereka yang lemah dan kecil. Yesus bahkan menyamakan diri-Nya dengan mereka semua; dan kelak akan menghakimi kita sesuai dengan banyaknya perbuatan kasih yang kita lakukan terhadap mereka (lih. Mat 25). Ajaran ini tentu bertentangan dengan pandangan dunia, yang cenderung memberi dengan harapan akan menerima kembali, atau mengasihi dengan harapan akan dibalas kasih. Tuhan Yesus menujukkan sebaliknya, Ia mengasihi kita, bukan karena kita sudah baik, bukan karena kita hebat, bukan karena kita bisa berguna bagi Dia. Ia mengasihi kita karena Ia sungguh baik. Firman Tuhan mengatakan, “… tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” (Rom 5:8) Dan ajaibnya, kasih yang seperti inilah yang mampu mengubah kita. Pertanyaannya sekarang: sudahkah kita memiliki kasih seperti ini kepada orang lain?
3. Mengasihi dengan prinsip “superabundant“/ lebih dari yang disyaratkan.
Melihat teladan Yesus, kita mengetahui bahwa menjadi seorang Kristen artinya mengasihi dengan kasih yang lebih dari yang disyaratkan. Kasih inilah yang diajarkan oleh Kristus kepada kita; yaitu supaya kita tidak hanya puas dengan ‘asal menghindari dosa berat’, asal melakukan yang benar sesuai hukum, seperti sikap ahli Farisi (lih. Mat 5:20). Yesus mengajarkan kita untuk berbuat ekstra. Itulah yang dicontohkan-Nya sendiri pada banyak mukjizatnya, seperti mukjizat di Kana (Yoh 2), dan mukjizat pergandaan roti (Mat 14:13-21, Mrk 6:32-44, Luk 9:10-17, Yoh 6:1-15). Di atas semua itu, kasih yang melimpah ini ditunjukkan dengan pengorbanan-Nya di kayu salib, sebagai cara yang dipilih-Nya menyelamatkan manusia. Oleh kasih karunia inilah kita diselamatkan (Ef 2:8-9).
Kelimpahan kasih Allah dalam mewujudkan rencana keselamatan-Nya, bahkan sampai ‘meluber’ kepada kita; sehingga kitapun dipanggil untuk turut ambil bagian dalam karya kasih-Nya ini. Bukan karena kasih-Nya yang kurang panjang untuk menjangkau semua orang, tetapi karena Ia ingin melibatkan kita sebagai anggota Tubuh-Nya untuk berkarya bersama-Nya. Sebenarnya, kasih Allah yang ‘superabundant‘ inilah yang mendorong orang- orang yang memberikan hidup sepenuhnya untuk Tuhan, seperti para rohaniwan dan rohaniwati, para misionaris, para sukarelawan, yang mungkin terinspirasi oleh pengajaran Yesus kepada orang muda yang kaya (lih. Mat 19:16-26). Pengorbanan mereka seharusnya menjadi contoh bagi kita, dan harus selalu kita dukung dengan doa- doa. Hal ini mendorong kita bertanya kepada diri kita sendiri: sudahkah kita menyadari akan kasih Allah yang ‘superabundant‘ ini? Sudahkah kita menanggapinya dengan kasih yang melimpah juga? Sudahkah kita mengambil bagian di dalam kasih Allah ini?
4. Kasih mensyaratkan iman, iman mensyaratkan kasih
Walaupun Kitab Suci mengatakan bahwa mereka yang hidup dalam kasih itu berasal dari Allah (1 Yoh 4:8), kita mengetahui bahwa kesempurnaan makna kasih itu diperoleh di dalam Kristus, seperti disebutkan 1 Yoh 4:10-12. Maka jika kita sungguh mengasihi Allah, seharusnya kita mengimani Kristus, Allah Putera yang diutus sebagai pendamaian atas dosa- dosa kita. Kasih karunia Allah dan iman akan Kristus inilah yang memampukan kita untuk mengikuti teladan Kristus, yaitu untuk hidup dalam kasih, kepada Allah dan kepada sesama (1 Yoh 4:16-21). Oleh sebab itu, firman Tuhan tidak memisahkan antara kasih karunia dengan iman (lih. Ef 2:8-9) dan iman dengan perbuatan kasih (Yak 2:24) untuk menghantar kita kepada keselamatan.
5. Iman dan kasih yang ’superabundant’ mendorong kita untuk menaati segala perintah Allah.
Kita mengetahui bahwa perintah Yesus yang terakhir kepada para murid-Nya sebelum Ia naik ke surga adalah, agar mereka pergi ke seluruh dunia untuk menjadikan segala bangsa murid-Nya, membaptis mereka, dan mengajarkan segala perintah-Nya (lih. Mat 28:19-20). Maka selayaknya, jika kita mengasihi Kristus kita mengikuti kehendak-Nya ini. Jadi Pembaptisan selayaknya tidak kita anggap sebagai formalitas, namun sungguh- sungguh sebagai sarana yang dipilih Allah untuk menyampaikan rahmat-Nya agar kita tergabung dalam keluarga Kerajaan Allah (lih. Yoh 3:5). Selanjutnya, kita juga dengan rendah hati mau belajar menerima dan melaksanakan segala sesuatu yang diperintahkan oleh-Nya. Firman Tuhan sendiri mengajarkan kepada kita bahwa ’segala sesuatu’ ini maksudnya adalah pengajaran Kristus yang disampaikan oleh para rasul secara lisan dan tulisan (lih. 2 Tes 2:15). Inilah sebabnya mengapa Gereja Katolik memegang tidak hanya Kitab Suci yang merupakan ajaran tertulis, tetapi juga Tradisi Suci yang merupakan ajaran lisan dari Kristus dan para rasul, seperti yang diteruskan oleh para Bapa Gereja.
6. Menaati segala perintah Allah membawa kita kepada Gereja yang didirikan Kristus.
Jika kita mau menerima pengajaran para rasul dan para Bapa Gereja, maka kita akan mengetahui bahwa Kristus yang mendirikan Gereja-Nya di atas Rasul Petrus (Mat 16:18-19), masih terus berkarya di dalam Gereja-Nya yang kini ada di Gereja Katolik. Maka tepatlah jika dikatakan bahwa kita menjadi Katolik karena kita mau menjadi seorang Kristen yang memberi kata “Ya” pada Kristus tanpa syarat. Sebab Kristus telah mendirikan Gereja-Nya, maka keataatan yang penuh kepada-Nya membawa kita juga untuk memasuki dan menjadi anggotanya.[2] Kristus masih secara aktif memberikan rahmat- rahmat-Nya melalui sakramen- sakramen Gereja. Walaupun benar bahwa di luar sakramen tersebut Ia tetap dapat berkarya, namun tak dapat dipungkiri bahwa sakramen tersebut merupakan cara yang dipilih-Nya untuk hadir di tengah umat-Nya oleh kuasa Roh Kudus. Memang setiap umat Kristen memiliki kehendak bebas tentang bagaimana caranya ia menaati semua ajaran Kristus. Bagi umat Katolik, kita memilih untuk bergabung dalam Gereja yang didirikan-Nya, yang sampai saat ini melaksanakan cara- cara yang dipilih Kristus untuk menyampaikan rahmat-Nya, melalui Sabda-Nya dan Sakramen- sakramen-Nya. Dengan menerima rahmat Tuhan ini, terutama dalam Ekaristi, kita sungguh- sungguh hidup di dalam Kristus, sebab Tuhan Yesus sungguh hadir dan masuk ke dalam diri kita. Kita menaruh pengharapan, bahwa dengan setia mengandalkan rahmat dari Kristus sendiri, maka kita akan dimampukan oleh-Nya untuk bertumbuh di dalam iman, pengharapan dan kasih. Agar akhirnya, kita dapat menerima penggenapan akan janji keselamatan dan bersatu selamanya dengan Dia dalam kerajaan Surga.
7. Mengambil bagian dalam ketiga Misi Kristus sebagai imam, nabi dan raja [15]
Setelah dibaptis, kita menjalani ketiga peran Kristus sebagai imam, nabi dan raja. Peran imam di sini bukan berarti bahwa setelah dibaptis kita semua menjadi pastor/ imam, melainkan bahwa kita mengambil bagian dalam imamat Kristus (Why 1:6) sebagai bangsa pilihan Allah, imamat yang rajani (1 Pet 2:9). Partisipasi dalam imamat Kristus ini diwujudkan dalam dua macam peran yang saling berkaitan, yang pertama adalah imamat bersama/ common priesthood, dan yang kedua adalah imamat jabatan/ hirarchical priesthood.[16] Mereka yang menjabat sebagai imam bertugas melayani umat yang oleh Pembaptisan menerima peran imamat bersama.
Perwujudan peran imamat ini mencapai puncaknya di dalam sakramen-sakramen, terutama perayaan Ekaristi. Para imam mengajar umatNya, dan bertindak atas nama Kristus dalam perayaan Ekaristi, dan mempersembahkan kurban Ekaristi kepada Tuhan atas nama umat. Sedangkan umat menjalankan peran imamat mereka dengan menggabungkan kurban mereka dengan kurban Kristus. Selanjutnya, mereka semua menjalankan peran imamat mereka dengan menerima sakramen-sakramen, dengan doa dan ucapan syukur, dengan hidup kudus melalui mati raga dan berbuat kasih.[17] Jika kita menghayati peran imamat bersama, maka seharusnya kita dapat lebih menghayati keterlibatan kita di dalam sakramen-sakramen, terutama pada perayaan Ekaristi, karena pada saat itulah kita mempersembahkan diri kita sebagai bagian dari persembahan Kristus kepada Allah Bapa. Persembahan kita ini berupa ucapan syukur, segala suka duka dan pergumulan yang sedang kita hadapi, maupun segala pengharapan yang kita miliki. Keterlibatan ini menjadikan kita sebagai bagian dari Sang Pelaku utama yaitu Kristus, dan bukan hanya sebagai ‘penonton’ Misteri Paska.
Selain sebagai imam, kita yang sudah dibaptis mengambil bagian di dalam peran Kristus sebagai nabi, dengan cara, berpegang teguh pada iman, memperdalam iman kita, dan menjadi saksi Kristus di tengah-tengah dunia.[18] Di sinilah kita dipanggil untuk mewujudkan iman di dalam perbuatan, sehingga dapat menjadi kesaksian yang hidup akan pengajaran Kristus.
Akhirnya, Pembaptisan juga mengakibatkan kita mengambil peran Kristus sebagai raja, yang tidak sama dengan pengertian raja menurut dunia. Sebagai Raja, Kristus menarik manusia kepada-Nya melalui kematian dan kebangkitanNya. Sebagai pengikut Kristus, kitapun dipanggil untuk membawa banyak orang kepada Kristus. Selanjutnya, sebagai Raja, Kristus datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani, maka panggilan kita sebagai raja adalah untuk melayani Dia di dalam sesama terutama di dalam mereka yang miskin dan menderita, sebab di dalam merekalah Gereja melihat wajah Sang Kristus, yang menderita. Peran raja inipun kita jalankan dengan mengalahkan segala bentuk kecenderungan berbuat dosa.
Kesimpulan
Maka tujuan kita menjadi Kristen adalah agar kita dapat hidup menjadi seperti Kristus, dan turut mengambil bagian di dalam rencana keselamatan Allah yang diberikan kepada dunia melalui Kristus dan Gereja-Nya. Caranya ialah dengan mengambil bagian dalam misi Kristus, sebagai imam, nabi dan raja. Dengan hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai murid Kristus, yaitu hidup di dalam iman, pengharapan dan kasih yang melimpah/ “superabundant” dan mengandalkan rahmat Allah, maka kita akan dapat diubah sedikit demi sedikit oleh Allah untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus. Kita melaksanakan peran imamat bersama dengan peran serta kita dalam doa dan sakramen Gereja; peran kenabian dengan menjadi saksi Kristus dalam kehidupan sehari- hari; dan peran sebagai raja dengan melayani sesama dan berjuang mengalahkan segala kecenderungan dosa dalam hidup kita. Dalam menjalankan ketiga misi ini, kita mengandalkan rahmat Allah. Rahmat Allah ini secara khusus dapat kita terima melalui Sabda-Nya dan sakramen- sakramen Gereja, terutama Ekaristi. Di sinilah kita melihat pentingnya kita bergabung di dalam Gereja Katolik yang didirikan oleh Kristus sendiri, sebab Gereja Katolik menyampaikan Sabda Allah, baik secara lisan dan tulisan; dan menyampaikan sakramen- sakramen untuk meneruskan rahmat Allah kepada umat-Nya.
Maka marilah kita semua hidup seperti Kristus, yang ditandai dengan hidup dalam kasih yang melimpah kepada Allah dan sesama, atau ringkasnya, hidup dalam kekudusan. Jika kita para murid Kristus telah dapat hidup sesuai dengan ajaran Kristus ini, maka kita dapat menjadi terang dan garam dunia, untuk membawa orang- orang di sekitar kita kepada Kristus yang menyelamatkan. Semoga dengan demikian kita dapat membawa perubahan yang positif kepada dunia, sambil menantikan penggenapan janji Tuhan akan ‘langit dan bumi yang baru’ di kehidupan yang akan datang.
Sumber : http://katolisitas.org/2010/04/23/apa-artinya-menjadi-seorang-kristen/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar